"Kami memfokuskan promosi wisata ekologi di sekitar TNDS yang sangat unik untuk dikunjungi wisatawan mancanegara," kata Soewignyo, di Pontianak, Kamis (10/9).
Ia mengatakan, promosi paket wisata TNDS rencananya akan menggaet agen-agen wisata dari Bali sehingga target menggaet wisatawan dari Eropa dan Amerika Serikat bisa terwujud. "Banyak aktivitas penduduk sekitar TNDS yang menarik untuk dilihat secara langsung oleh wisatawan, seperti pemandangan alam yang masih unik, atraksi satwa, budidaya ikan toman, nelayan tradisional, pertanian dan aneka jenis fauna yang unik dan hanya ada di danau tersebut," katanya.
Soewignyo menjelaskan, ada beberapa paket yang akan ditawarkan pihaknya kepada wisatawan, yaitu menjala ikan, menebarkan benih ikan arwana. "Bagi wisatawan mancanegara yang berkeinginan membawa pulang bibit ikan arwana, mereka harus membeli dua, satunya untuk dilepas dan satunya lagi dibawa ke negara wisatawan itu," katanya.
Ia menargetkan, sekitar 500 wisatawan pada tahun 2010 berkunjung ke TNDS dengan perkiraan omzet sekitar Rp 5 miliar. "Promosi paket wisata TNDS ini untuk mendukung kunjungan wisata ke Kalbar tahun 2010 mendatang," ujarnya.
TNDS selama ini dikenal sebagai perwakilan ekosistem lahan basah danau, hutan rawa air tawar dan hutan hujan tropis di Kalimantan. Danau musiman yang berada di TNDS terletak pada sebelah cekungan Sungai Kapuas, sekitar 700 kilometer dari muara yang menuju Laut Cina Selatan. Kawasan itu merupakan daerah tangkapan air, sebagai pengatur tata air bagi daerah aliran sungai (DAS) Kapuas. Daerah yang terletak di hilir Sungai Kapuas sangat tergantung pada fluktuasi jumlah air yang tertampung di danau tersebut.
Dari data World Wide Fund for Nature (WWF) Kalbar, TNDS memiliki ratusan jenis fauna, di antaranya mamalia (Mamal) sebanyak 147 jenis, hampir 64 persen mamalia di Kalimantan terdapat di TNDS, sebanyak 31 jenis reptilia (Reptil) salah satunya buaya katak (Crocodylus raninus) yang di Asia telah dinyatakan punah sejak 500 tahun lalu, fauna jenis aves (burung) sebanyak 310, serta sebanyak 265 jenis ikan, dengan jumlah jenis ikannya lebih banyak dari semua jenis ikan air tawar di seluruh benua Eropa.
Kabupaten Kapuas Hulu memiliki luas kawasan lindung, taman nasional dan hutan lindung sekitar 1.626.868 hektare atau 54,59 persen, kawasan budidaya hutan sekitar 764.543 hektare atau 25,65 persen dan kawasan budidaya pertanian bukan danau sekitar 588.481 hektare atau 19,75 persen, serta kawasan danau sekitar 17.925 hektar.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalbar, Kamaruzzaman mengatakan pihaknya menargetkan bisa menggaet wisatawan manca negara ke provinsi itu sebanyak 26 ribu di tahun 2009. "Target itu kami naikkan sedikit dari kunjungan wisatawan manca negara sebanyak 22 ribu per tahun. Kami optimistis kunjungan wisatawan luar ke Kalbar meningkat. Kami harus mempersiapkan kunjungan wisata Kalbar tahun 2010 mendatang," katanya.
Kalbar tahun ini telah menyiapkan 30 kegiatan dan setidaknya 36 obyek wisata unggulan untuk menjaring wisatawan asing melalui program Visit Indonesia Year 2009.
Kegiatan-kegiatan pariwisata itu tersebar di 12 kabupaten/kota (kecuali kabupaten hasil pemekaran-red) dengan rentang waktu berbeda. Di antaranya, Cap Go Meh yang diperingati setiap awal tahun, peristiwa titik kulminasi matahari di Tugu Khatulistiwa Pontianak setiap Maret dan September, Gawai Dayak, Festival Bumi Budaya dan Festival Meriam Karbit pada Hari Raya Idul Fitri
Saat Air Danau Sentarum Surut
KOMPAS/INDIRA PERMANASARI
Pemandangan di Taman Nasional Danau Sentarum. Danau yang memiliki 510 spesies tumbuhan ini dikelilingi jajaran pegunungan, yakni Pegunungan Lanjak di sebelah utara, Pegunungan Muller di timur, Dataran Tinggi Madi di selatan, dan Pegunungan Kelingkang di barat.
Perahu kayu membelah permukaan tenang Danau Sentarum di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Perahu itu meliuk-liuk di antara rerimbunan beragam tanaman yang tumbuh dari dasar Danau Sentarum, lahan basah terbesar kedua di Asia Tenggara.
Di tengah danau, di antara rimbunan pohon, perahu berhenti. Jhony Adi, warga Danau Sentarum, melompat keluar kapal. Di bagian kering itu, air danau hanya mencapai lututnya. Dia masuk ke rerimbunan pepohonan yang menyerupai lorong itu.
Di ujung lorong tampaklah pemandangan menyerupai sebuah kolam besar dengan belasan perahu nelayan mengapung-apung.
Pyarr......pyarr...beberapa nelayan menebar jalanya. Jhony lalu masuk ke sebuah kapal dan mulai menangkap ikan. Begitu jala ditarik, ikan-ikan menggelepar di dasar perahu kayu.
Kolam itu sebetulnya cekungan di dasar danau. Danau seluas 132.000 hektar tersebut terdiri atas danau-danau kecil yang satu sama lain dihubungkan aliran sungai. Saat danau surut, air bersama ikan-ikan terperangkap di dalamnya. Saat itulah, warga melaksanakan tradisi kerinan atau menangkap ikan bersama-sama.
Siang itu, kerinan dilaksanakan di Kolam Senampon, demikian warga menamai kolam itu. Pengambilan ikan harus bersama-sama. Mereka yang mendahului akan dikenai sanksi berupa denda uang lantaran dianggap sama dengan pencurian.
Hasil tangkapan dinikmati bersama-sama dan sebagian dijual guna mengisi kas desa untuk dana keagamaan, olahraga, kegiatan pemuda, dan kepentingan kampung lainnya.
Sekali kerinan bisa diperoleh sampai 800 kilogram ikan. Terkadang sekali kerinan dapat tiga juta rupiah. Ikan tidak boleh pula semuanya dikuras dari kolam di tengah danau tersebut. ”Harus ada bagian yang disisakan agar ikan tidak habis,” ujar Jhony Adi.
Ketua lembaga swadaya masyarakat Riak Bumi, Ade Jumhur, yang hadir dalam kerinan itu berkisah, tradisi tersebut sudah ada sejak zaman Kerajaan Selimbau, ratusan tahun lalu.
Di masa silam, kerinan biasanya didahului dengan ritual bebantar, yaitu memberi ”makan” atau sesaji kepada danau. Sajian berupa buah-buahan, gandum, dan tiruan bentuk ikan. Tradisi bebantar itu sekarang sudah tidak dilakukan lagi oleh masyarakat Danau Sentarum yang sebagian besar Melayu tersebut.
Bergantung pada alam
Taman Nasional Danau Sentarum berada di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, atau sekitar 700 kilometer dari Kota Pontianak. Di dalam kawasan Danau Sentarum terdapat lebih dari 40 dusun permanen dan belasan dusun musiman.
Dusun-dusun telah ada di kawasan itu sejak sebelum abad ke-18 atau lebih dari dua abad yang lalu. Dahulu, di kawasan itu terdapat sekitar lima kerajaan, yakni Kerajaan Selimbau, Suhaid, Jongkong, Bunut, dan Kerajaan Piasa. Kini, batas-batas kerajaan sudah lenyap menjadi kecamatan sehingga tidak jelas lagi batas-batas kerajaan masa lalu.
Masyarakat Danau Sentarum hidup berdampingan dengan alam sejak ratusan tahun lalu. Sebagian besar masyarakat mengandalkan hidupnya dari mencari madu hutan, perajin rotan dan kayu, budi daya ikan danau, serta nelayan penangkap ikan.
Danau yang terbentuk pada zaman es atau periode pleistosen tersebut memiliki kekayaan flora dan fauna luar biasa. Ada 510 spesies tumbuhan dan 141 spesies hewan mamalia. Taman nasional itu tempat hidup 266 spesies ikan yang sekitar 78 persen di antaranya merupakan ikan endemik air tawar Borneo. Di danau ini hidup pula 26 spesies reptil dan 310 spesies burung.
Hutan di kawasan tersebut juga surga bagi lebah liar (Apis dorsata) yang mampu menghasilkan madu terbaik di Kalimantan Barat. Keaslian madu hutan Danau Sentarum telah diakui dengan didapatkannya Sertifikat Sistem Pangan Organik untuk madu hutan dari Board of Indonesian Organic Certification (BIOCert).
Selain itu, kawasan danau itu menjadi habitat berbagai jenis ikan air tawar. Ikan yang bernilai ekonomis dan dikonsumsi warga, antara lain ikan gabus, toman, baung, lais, belida, dan jelawat. Bekerja sebagai nelayan ikan merupakan pekerjaan dan sumber penghasilan utama mereka
Populasi ikan terganggu
Belakangan populasi ikan terganggu. Permintaan dan harga yang bagus terhadap ikan toman membuat penduduk sejak 10 hingga 15 tahun terakhir bersemangat membudidayakan ikan toman di dalam keramba. Para nelayan mengambil bibit toman dari danau kemudian membesarkannya di dalam keramba.
”Bibit ikan toman biasanya mengelompok sehingga sekali menebar jala ukuran panjang 1 hingga 2 sentimeter, nelayan bisa mendapat 1.000 sampai 2.000 ekor bibit,” ujar Ade yang lembaganya mendampingi warga danau untuk pengorganisasian pencari madu hutan dan nelayan.
Persoalannya, warga mengambil ikan-ikan kecil lain dari danau sebagai pakan toman. Perlahan, terjadi ketidakseimbangan populasi ikan di danau. ”Mulai terasa efeknya. Dulu mereka hanya membutuhkan sepuluh bulan budi daya untuk mendapatkan ikan seberat 1 kilogram, sekarang harus memelihara selama satu tahun agar mencapai berat yang sama. Itu karena pakan ikan dari danau berkurang,” ujarnya.
Dalam pertemuan tahunan warga danau, permasalahan itu telah dibahas. Mereka berharap dibuat balai benih di daerah Danau Sentarum untuk nantinya disebar dan mengimbangi populasi ikan di danau.
”Di Kapuas Hulu ada satu balai benih, tetapi susah diakses lantaran jarak sangat jauh dan mereka merasa tidak mungkin bisa mengakses bibit ikan di sana,” ujar Ade.
Pemecahan lainnya yang diusulkan adalah penggantian jenis ikan di keramba. Ikan toman yang karnivora atau pemangsa ikan kecil dapat diganti dengan ikan pemakan tumbuhan, seperti gurami, betutu, dan bawal. Berkurangnya pengambilan ikan kecil sebagai pakan akan memulihkan populasi ikan danau.
Kalau ikan-ikan tidak sempat lagi besar di danau, bisa jadi kerinan nanti hanya tinggal cerita Jhony Adi ke anak cucunya.
Taman Nasional Danau Sentarum
“Kalian adalah orang – orang yang beruntung, saya yang sudah bertahun – tahun disini saja baru pertama kali melihat pemandangan danau sentarum seindah ini”, itulah kata – kata yang keluar dari mulut sang pengemudi long boat yang kami tumpangi saat kami kembali ke mes taman nasional seusai berkunjung ke rumah panjang dayak iban.
Sudah tidak terasa Pertemuan Mahasiswa Pencinta Alam tingkat universitas se Indonesia sudah yang ke 22 kalinya, yang artinya sudah 22 tahun pertemuan ini rutin digelar setiap tahunnya diberbagai daerah. sama dengan umur saya saat ini. Suatu kebanggaan besar bagi saya dapat mewakili Lawalata dalam acara yang dilakukan rutin setiap tahunnya. Bertemu dengan kawan – kawan baru, alam yang baru, dan bertukar ilmu pengetahuan.
TWKM kali ini dilaksanakan di Pontianak pada tanggal 18 – 26 Oktober 2010. Dan Lawalatapun turut andil dalam kegiatan ini dengan mengirimkan 4 delegasinya. 1 orang sebagai peserta temu wicara, dan 3 orang lainnya sebagai peserta kenal medan. Ada beberapa lokasi kenal medan dalam acara ini, untuk gunung hutan terletak di gunung Bawang, caving dan climbing terletak di Bukut Kelam ( Sintang ), fun diving terletak dibeberapa pulau di Singkawang dan lingkunan hidup berlokasi di Taman Nasional Danau Sentarum. Masing – masing dari ke 3 anggota Lawalata yang mengikuti kenal medang ikut ambil bagian dalam divisi caving dan lingkungan hidup, 1 anggota di caving, dan dualainya di Lingkungan Hidup.
18 oktober 2010 sekitar pukul 22.00 Tim Kenal Medan diberangkatkan menuju lokasi masing – masing divisi. Untuk menuju lokasi kenal medan yaitu Taman Nasional Danau sentarum membutuhkan waktu 24 jam, 18 jam perjalanan darat, dan 6 jam perjalanan air. Semua itu sangat melelahkan, bahkan salah satu dari peserta mengalami kecelakaan bocor kepala akibat terbentur rumah lampu yang terdapat di dalam bus. “di Sumatera Jalannya bagus dan luas, supir buspun jarang yang melakukan kebut – kebutan, disini jalannya jelek dan sempit supir malah kebut-kebutan” kata – kata tersebut terlontar dari seorang peserta yang berasal dari Palaspa Palembang. Entah sebutan apa yang pantas untuk para supir bus disana, dengan mengenakan baju lengan pendek, dan leher dibaluti handuk kecil sambil memegang rokok. Keesokan harinya kamipun tiba di Kabupaten Kapuas hulu, namun bis yang kami gunakan tidak bisa melanjutkan perjalanan karena terjebak banjir. Ojek ketintingpun terpaksa kami gunakan untuk menuju kapal bandung yang sudah menunggu di aliran sungai Kapuas. Perjalanan menuju danau sentarumpun belum selesai, kami harus menaiki kapal bandung selama 6 jam untuk menuju lokasi kegiatan. Dengan perjalanan yang sangat melelahkan pada pagi hari tanggal 20 oktober kamipun tiba di Taman Nasional Danau Sentarum. Namun kelelahan menuju kelokasi tersebut terbayar lebih dengan semua yang ada disana, pemandangan yang indah, sambutan yang sangat ramah, dan kawan – kawan yang selalu ceria walaupun dalam keadaan lelah dan menegangkan.
Taman Nasional Danau Sentarum merupakan Taman Nasional yang memiliki luas 132.000 ha, keunikan dari kawasan ini terdapat banyak sungai – sungai kecil sampai besar, dan merupakan lahan basah ( wetlands ) terbesar di Indonesia atau mungkin di dunia. Hingga saat ini terdapat 675 jenis spesies yang tergolong dalam 97 suku, 154 jenis anggrek. Dari jumlah tersebut 33 jenis merupakan jenis endemik dan 10 jenis merupakan jenis baru. Terdapat berbagai macam tipe habitat di Taman Nasional Danau Sentarum, antara lain Hutan rapak gelgah, Hutan rawa terhalang, hutan rawa tegakan, hutan riparian, hutan rawa gambut, hutan dataran rendah perbukitan, dan hutan kerangas. Dari segi fauna terdapat 265 jenis ikan, 147 jenis mamalia, 310 jenis burung, dan 31 jenis reptile.
Sesampainya di kantor resort Taman Nasional sambutan hangatpun kami terima dari petugas – petugas disana. Rupanya beberapa dari mereka adalah seorang pencinta alam sewaktu masa perkuliahan, dan kamipun dianggap sebagai saudara oleh mereka sesuai dengan kode etik pencinta alam bahwa sesama pencinta alam adalah saudara. Sepanjang perjanan tumbuhan – tumbuhan dengan vegetasi gambut selalu kami jumpai. Kebosananpun sudah mulai terlihat dibeberapa raut muka peserta. Namun alangkah menakjubkan saat kami menaiki bukit yang berada tepat dibelakang kantor resort. Dari atas bukit tersebut seluruh kawasan taman Nasional Nampak terlihat, pohon – pohon yang tingginya lebih dari 20 m terlihat seperti busa – busa yang mengapung diatas danau. Indahnya danau sentarum dari atas bukit tidak dapat kami nikmati terlalu lama, cuaca yang buruk membuat kami harus segera turun dari bukit dan kembali ke resort. Berenang dan berkeliling danau dengan speed boat selalu kami lakukan setiap hari disana, namun tidak hanya keindahan dan kesenangan yang kami dapatkan. Setiap malam kami disuguhi dengan materi – materi mengenai lingkungan hidup, terutama kondisi Taman Nasional saat ini, tentang kearifan lokal ( local wisdom ) masyarakat disana, flora fauna khas kawasan, sejarah Taman Nasional, pengelolaan taman nasional yang berbasis masyarakat, sampai dengan panen raya dan pembuatan madu organik.
Hari kedua kami berada disana langsung disuguhi dengan materi fotografi pada pagi hari, siang hari sampai dengan sore kamipun langsung melakukan pengambilan gambar disekitar Taman Nasional, dan malam harinya evaluasi hasil pengambilan gambar dilakukan. Tak disangka rupanya banyak evaluasi terhadap gambar yang telah kami ambil, walaupun menurut kami semua ini sudah bagus. Dan keesokannya para pesertapun berlomba – lomba untuk mendapatkan gambar yang terbaik dengan berbekal ilmu baru mengenai fotografi yang didapatkan.
Tidak hanya materi yang kami dapatkan, kamipun diberikan kesempatan secara langsung untuk melihat kehidupan masyarakat disana. Terdapat dua komunitas lokal yang bertempat tinggal di dalam kawasan Taman Nasional, yaitu suku Melayu dan Dayak Iban, Mereka semua telah berada dikawasan tersebut beratus-ratus tahun lamanya, kearifan lokal yang mereka milikipun selalu dipertahankan, dan merekapun menjadi bagian dari ekosistem Danau Sentarum yang tetap mempertahankan kelestarian wilayah tersebut.
Seakan tidak ada habisnya, Danau sentarumpun kembali menunjukan keindahan alamnya, melihat matahari yang terbenam di tengah – tengah danau membuat kami semua terkagum – kagum, seluruh matapun tertuju ke cahaya merah yang keluar dari balik awan. Pemandangan ini sangatlah jarang terjadi, dan kamipun menjadi orang yang sangat beruntung. Kami sempat terdiam beberapa detik karena melihat sun set yang sangat indah, semua terengah – engah dan berusaha mendapatkan moment yang langka ini dalam kamera digital masing – masing. Long boat yang kami gunakanpun diberhentikan di tengah – tengah danua sambil menyaksikan indahnya matahari terbenam.
Tak disangka waktu kami untuk berkunjung ke danau sentarum telah habis, 5 hari berada di Danau Sentarum terasa sangat kurang. malam terakhirpun kami akhiri dengan membakar ikan koman sambil berkarokean sampai pagi. Seluruh peserta dan petugas taman Nasional turut membaur dalam pesta penutupan ini, muka sedihpun terlihat disemua peserta TWKM, seakan tidak ingin meninggalkan Danau Sentarum. Esok paginya pada tanggal 24 Oktober 2010 kamipun kembali ke Pontianak, kesan dan pesan pun banyak kami dapatkat, salahsatunya kembangkan Taman Nasional di daerah kalian agar menjadi seperti Taman Nasional Danau Sentarum, kata – kata itu terucap dari para petugas di sana. Semoga kelestarian dan keindahan alam Kalimantan tetap terjaga.
TRIBUNNEWS.COM - Taman Nasional Danau Sentarum terletak di kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat.
Dari ibu kota kabupaten Kota Putussibau dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi darat dengan waktu tempuh kira-kira 4 jam dan dari ibu kota Kecamatan Semitau dengan menggunakan kendaraan air.
Taman nasional ini terkenal akan habitat air tawarnya dan berbagai komunitas masyarakat nelayan yang berdiam dipemukiman-pemukiman nelayan di berbagai kumpulan-kumpulan danau yang tercakup didalam taman nasional tersebut.
TNDS merupakan perwakilan ekosistem lahan basah danau, hutan rawa air tawar dan hutan hujan tropik di Kalimantan yang memiliki keunikan dan keindahan yang luar biasa. Fungsi utamanya adalah sebagai penyeimbang debit air sungai kapuas, sebagai penampung ketika sungai kapuas kelebihan air dan sebagai penyuplai ketika sungai kapuas mulai kering.
Air Danau Sentarum berwarna merah kehitam-hitaman karena mengandung tanin namun amat sangat tenang sehingga bisa memantulkan dengan sempurna obyek-obyek yang berada di atasnya. Untuk lebih lengkapnya selamat menikmati keindahan taman nasional Danau Sentarum yang penulis ambil ketika berkesempatan berkunjung pada tanggal 3 Desember 2010 kemarin.